Pages

Kamis, 10 Oktober 2013

geografi lingkungan

Lapisan Thermocline (termoklin)


Lapisan Thermocline (termoklin) adalah lapisan yang membagi 2 massa air di perairan, lapisan ini merupakan lapisan pembatas antara air yang berada di permukaan dan yang berada di bawahnya, pada umumnya lapisan ini memiliki flukstuasi suhu yang sangat tajam dibandingkan dengan lapisan air lainnya.

Zona PesisirBerdasarkan kedalamannya zona pesisir dapat dibedakan menjadi 4 wilayah (zona) yaitu :

a. Zona “Lithoral”, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di wilayah ini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubah menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering disebut juga wilayah pasang surut.
b. Zona “Neritic” (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.
c. Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona neritic.
d. Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di wilayah ini sangat terbatas.

Zona Laut Indonesia
Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara.

a. Batas wilayah laut Indonesia
Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982. berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut menurut konvensi Hukum Laut PBB.

Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif

1) Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.
Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau.
Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Pengumuman pemerintah tentang wilayah laut teritorial Indonesia dikeluarkan tanggal 13 Desember 1957 yang terkenal dengan Deklarasi Djuanda dan kemudian diperkuat dengan Undang-undang No.4 Prp. 1960.
2) Zona Landas Kontinen
Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Sebagai contoh di selat malaka, batas landasan kontinen berimpit dengan batas laut teritorial, karena jarak antara kedua negara di tempat itu kurang dari 24 mil laut. Di selat Malaka sebelah utara, batas landas kontinen antara Thailand, Malaysia, dan Indonesia bertemu di dekat titik yang berkoordinasi 98 °BT dan 6 °LU.
Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.
3) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.

Macam Sungai

Sungai merupakan tempat mengalirnya air tawar. Air yang mengalir lewat sungai bisa berasal dari air hujan, bisa berasal dari mata air atau bisa juga berasal dari es yang mengalir (Gletser). Ke mana air itu mengalir? Air mengalir bisa ke laut, ke danau, ke rawa, ke sungai lain dan bisa juga ke sawah-sawah.

Ada bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan sumber airnya sungai dibedakan menjadi tiga macam yaitu: sungai hujan, sungai gletser dan sungai campuran.

a. Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mata air. Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara.

b. Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es. Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal dari pencairan es saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada bagian hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di Peg. Himalaya) dan hulu sungai Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat dikatakan sebagai contoh jenis sungai ini.

c. Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser), dari hujan, dan dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan sungai Mamberamo di Papua (Irian Jaya).

Berdasarkan debit airnya (volume airnya), sungai dibedakan menjadi 4 macam yaitu sungai permanen, sungai periodik, sungai episodik, dan sungai ephemeral.

a. Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.

b. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.

c. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.

d. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.

Berdasarkan asal kejadiannya (genetikanya) sungai dibedakan menjadi 5 jenis yaitu sungai konsekuen, sungai subsekuen, sungai obsekuen, sungai resekuen dan sungai insekuen.
a. Sungai Konsekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah lereng awal.
b. Sungai Subsekuen atau strike valley adalah sungai yang aliran airnya mengikuti strike batuan.
c. Sungai Obsekuen, adalah sungai yang aliran airnya berlawanan arah dengan sungai konsekuen atau berlawanan arah dengan kemiringan lapisan batuan serta bermuara di sungai subsekuen.
d. Sungai Resekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah kemiringan lapisan batuan dan bermuara di sungai subsekuen.
e. Sungai Insekuen, adalah sungai yang mengalir tanpa dikontrol oleh litologi maupun struktur geologi.

Berdasarkan struktur geologinya sungai dibedakan menjadi dua yaitu sungai anteseden dan sungai sungai superposed.
a. Sungai Anteseden adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran airnya walaupun ada struktur geologi (batuan) yang melintang. Hal ini terjadi karena kekuatan arusnya, sehingga mampu menembus batuan yang merintanginya.
b. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.

Berdasarkan pola alirannya sungai dibedakan menjadi 6 macam yaitu radial, dendritik, trellis, rektanguler dan pinate (Tim Geografi, Yudhistira, p. 84).

a. Radial atau menjari, jenis ini dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Radial sentrifugal, adalah pola aliran yang menyebar meninggalkan pusatnya. Pola aliran ini terdapat di daerah gunung yang berbentuk kerucut.

2. Radial sentripetal, adalah pola aliran yang mengumpul menuju ke pusat. Pola ini terdapat di daerah basin (cekungan).

b. Dendritik, adalah pola aliran yang tidak teratur. Pola alirannya seperti pohon, di mana sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya. Jenis ini biasanya terdapat di daerah datar atau daerah dataran pantai.

c. Trellis, adalah pola aliran yang menyirip seperti daun.
d. Rektangular, adalah pola aliran yang membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku 90°.

e. Pinate, adalah pola aliran di mana muara-muara anak sungainya membentuk sudut lancip.
f. Anular, adalah pola aliran sungai yang membentuk lingkaran.

Bagaimana apakah dapat Anda pahami? Jika ada kesulitan Anda dapat mendiskusikan hal tersebut dengan teman-temanmu atau dengan Guru Pamongmu atau dapat juga Anda tanyakan dengan Guru Binamu. Sekarang mari kita lanjutkan untuk membicarakan tentang bagian-bagian sungai dan ciri-cirinya.  Pengendalian erosi tanah secara vegetatif antara lain dapat dilakukan melalui penanaman tanaman penutup (buffering) dan pergiliran tanaman (crop rotation)

Gunung Maona Loa dan Maona Kea di Hawaii terjadi karena erupsi efusif yang menghasilkan bentuk gunung api maar

Fenomena yang mendahului terjadinya tsunami adalah turunnya dasar laut yang diikuti dengan surutnya air laut secara mendadak

Proses pelapukan dipengaruhi oleh air, suhu, dan vegetasi

Beberapa fenomena yang terjadi di daerah pertemuan dua lempeng
Pengertian gerak epirogenesa (Pergeseran lapisan kulit bumi yang relatif lambat, waktunya lama dan meliputi daerah yang luas)

Pembagian zona laut menurut kedalamannya :
A. litoral
  B. neritik
    C. bathyal
    D. abysal

IT

Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilahInformation technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern (misalnya ponsel).

Perkembangan teknologi informasi memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi lebih cepat.  Dampak perkembangan teknologi sangat signifikan, masyarakat sudah tergantung dengan teknologi informasi. Hal ini menyebabkan mobilitas informasi sangat cepat, kejadian dari berbagai belahan dunia bisa kita nikmati secara langsung.

Rabu, 25 September 2013

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERIKANAN DAN KELAUTAN

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERIKANAN DAN KELAUTAN

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERIKANAN DAN KELAUTAN
Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata memberi sumbangan besar bagi dunia keluatan di Indonesia. Bagaimana tidak, negara kepulauan dengan potensi sumber daya kelautan beraneka ragam ini telah memanfaatkan kemajuan iptek. Pemanfaatan tersebut sudah barang tentu bertujuan untuk mengoptimalkan penghasilan negara dari sumber daya kelautan dan juga untuk menjaga tiap titik wilayah negara dari bahaya atau pun kejahatan yang kerap terjadi di laut wilayah Indonesia.
Ancaman akan Potensi Kelautan
Indonesia memiliki 17.504 pulau-pulau kecil (Depdagri, 2006) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, selain pulau-pulau besar yang telah dikenal sebelumnya. Hal inilah yang menjadikan Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Dari jumlah tersebut, 10.160 buah pulau telah disurvei dan diverifikasi. Potensi Kelautan Indonesia yang besar telah memberikan sumbangan devisa sebesar US $ 2,6 miliar (2008). Jumlah tersebut lebih baik dari tahun 2007 yang hanya US $ 2,3 miliar saja. Potensi kelauatan dan perikanan Indonesia mencapai 70 persen dari wilayah NKRI secara keseluruhan.
Beragamnya potensi Kelauatan, dan luasnya perairan laut Indonesia mendatangkan kejahatan. Akibat kejahatan tersebut, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian hingga 19 triliun rupiah pertahun. Bila dipersentase maka 22 persen kerugian akibat kejahatan di laut Dunia terjadi di Indonesia.
Melihat kenyataan ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan. Arah kebijakan ini tentunya diupayakan untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara bertanggung jawab, agar setiap potensi kelautan yang dimiliki bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah diterjemahkan dan ditegaskan dengan kebijakan pengawasan dalam penanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. IUU Fishing diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, dan segala aktivitas yang tidak dilaporkan kepada suatu instansi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.
IUU Fishing dapat terjadi disemua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan, dan intensitas explotasi, serta dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona juridiksi nasional maupun internasional seperti high sea.
Guna memberikan dampak lebih minimal akan kerugian negara maka diperlukan sebuah bentuk pengawasan. Pengingat jumlah kekuatan dari TNI AL yang dimiliki hanya 58.640 orang prajurit. Jumlah personel TNI AL ini kurang dari 25 persen prajurit angkatan darat. Dengan kekuatan ini, secara logika berat untuk dapat mewujudkan kehadiran TNI-AL di setiap wilayah laut (naval presence) secara memadai. Kondisi ini pun makin membuat ironi ketika mengetahui ketersediaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI-AL. TNI-AL hanya memiliki 114 KRI dan 53 pesawat yang terdiri dari berbagai tipe dan rentang pembuatan yang berbeda. Kondisi ini sangat tidak memadai untuk mengamankan wilayah perairan yang begitu luas. Padahal, guna melindungi zona perbatasan laut nasional sepanjang lebih dari 613 mil, idealnya dibutuhkan minimal 38 kapal patroli.
Kenyataan semacam ini, menuntut iptek untuk semaksimal mungkin memberikan kontribusi sebagai alternatif dalam pengawasan wilayah laut. Pemerintah melalui Departemen Kelautan Perikanan, memberikan ruang iptek untuk hadir dalam Monitoring Control and Surveillance (MCS).
Pengembangan MCS
Monitoring Control and Surveillance (MCS) merupakan sistem yang telah dipergunakan di banyak negara. Di dunia internasional MCS ini dikelola secara bersama-sama sejak tahun 2001. Organisasi MCS internasional mengkoordinasikan dan menjalin kerjasama diantara anggotanya untuk saling mencegah, menghalangi dan menghapuskan IUU fishing. Indonesia sendiri, telah merintis sistem MCS. Namun, masih bersifat parsial dalam bagian-bagian yang berdiri sendiri-sendiri serta bersifat sektoral.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PERIKANAN




Dunia Kelautan dan Perikanan merupakan dunia yang dinamis, disini hampir semuanya bergerak kecuali dasar lautan. Di Wilayah yang merupakan bagian di permukaan bumi yang paling luas, terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau pemerintahan, Contohnya adalah sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang sangat besar pula. Indonesia dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km² dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan cukup besar sekali. Begitu pula Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luas wilayah 318.580 Hektar dengan garis pantai 113 Km. Menjadikan  Provinsi  DIY  merupakan  daerah  potensi   sumberdaya

perikanan, berdasarkan hasil produksi nelayan DIY di Selatan laut jawa dengan hasil 332.600 ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 17 %.dan di Samodera Hindia dengan hasil 905.300 ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 2,7 %. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumberdaya ikan-ikan tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada. Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk Kelautan dan Perikanan diharapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah Prov DIY khususnya dan di wilayah Indonesia pada umumnya yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan.
      Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah system yang berbasis komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose) menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas (administrative) suatu wilayah atau Negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus menampilkan distribusi keruangan (sepatial distribution) kenampakan-kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya alam lainnya.
      Teknologi SIG ini dapat mengintegrasikan system operasi database seperti query dan analysis statistik dengan berbagai keuntungan analisis geografis yang ditawarkan dalam bentuk peta. Dengan kemampuan pada system informasi pemetaan (informasi spasial) yang membedakannya dengan system informasi lain seperti database, maka SIG banyak digunakan oleh masyarakat, pengusaha dan instansi untuk menjelaskan berbagai peristiwa, memprediksi hasil dan perencanaan strategis (Environmental systems Research Institute, ESRI).SIG memiliki kapabilitas menghubungkan berbagai lapisan data di suatu titik yang sama pada tempat tertentu, mengkombinasikan, menganilysis data tersebut dan memetakan hasilnya. Teknologi ini juga dapat mendeskripsikan karakteristik objek pada peta dan menentukan posisi koordinatnya, melakukan query dan analysis spasial serta mampu menyimpan, mengelola, mengupdate data secara terorganisir dan efisien.
      Secara prinsip tujuan pemrosesan data pada teknologi SIG yaitu mempresentasikan : Input, Manipulasi, Pengelolaan, Query, Analysis, dan Visualisasi)
      Apa yang tersaji pada sebuah peta, tidak lain adalah data atau informasi tentang permukaan bumi. Namun demikian, suatu peta juga dapat menggambarkan distribusi sosial ekonomi suatu masyarakat, Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peta memuat atau mengandung data yang mengacu bumi. Yang diacu tidak lain adalah posisinya yaitu system koordinat bumi, baik yang menggunakan system bujur/lintang atau system UTM (Universal Tranver Mercator). Teknologi computer yang mampu menangani basis data dan menampilkan suatu gambar (grafik), merupakan salah satu alternative yang dipilih untuk menyajikan suatu peta. Sistem Informasi Geografi (SIG) tidak hanya dipandang sebagai pemindahan peta konvensional kebentuk peta digital, sebab dengan kemampuannya memanipulasi data, computer dengan SIG dapat menghasilkan suatu informasi berharga yang lain yang diperoleh dari hasil analisis yang diprogramkan padanya.
      Mengapa menggunakan SIG, karena SIG merupakan suatu interaksi antara data-data atribut dan data spasial yang bereferensi geografi. Keunggulan SIG ini dapat dijadikan masukan berharga bagi para nelayan atau pengusaha perikanan untuk mengetahui lokasi-lokasi penangkapan ikan. Pertanyaan yang sering dilontarkan para nelayan adalah diamana lokasi penangkapan ikan yang baik, atau lokasi mana yang paling banyak ikannya, dan kapan bias ditangkap dalam jumlah yang berlimpah dan lain sebagainya ? Dengan mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar tentu saja akan menghemat biaya operasi penangkapan, waktu dan tenaga.
      Salah satu alternative yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (indraja) kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas. Faktor lingkungan tersebut antara lain dengan data suhu permukaan laut atau  Sea Surface Temperatuire (SST),  tingkat konsentrasi klorofil-a, perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan kecepatan arus dan tingkat produktifitas primer. Analisis dengan SIG akan memberikan tampilan secara geografis kecenderungan sebaran dari faktor-faktor lingkungan yang disukai ikan yang akhirnya memberikan gambaran daerah perkiraan penangkapan ikan. Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu (Sumber : Lokakarya Agenda Penelitian COREMAP II Kab Selayar, Dr Ir. Mukti Zainudin, M.Sc).
      Pada dasarnya setiap ikan mempunyai kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyamanan hidupnya. Ikan Tuna tergolong jenis scombrid yang sangat aktif dan umumnya menyebar di perairan yang oseanik sampai ke perairan dekat pantai, territorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Keberadaan tuna di suatu perairan sangat bergantung pada beberapa hal yang terkait dengan spesies tuna, kondisi hidrooseanografi perairan. Pada wilayah perairan ZEE Indonesia, migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dan jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan perairan antara samodera Hindia dan samodera Pasifik. Kelompok ikan tuna merupakan jenis kelompok ikan palagis besar, yang secara komersial di bagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye – thunnus obesus), medidihang (yellowfin – Thunnus albacares), tuna albakora (albacore – thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (southem blue-fin – thunnus maccoyii). Dan tuna abu-abu (longtail tuna – thunnus tonggol), sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack – katsuwonus pelamis).(Sumber : Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tuna, DKP RI). Kriteria-kriteria lingkungan tersebut adalah seperti   adanya peristiwa upwelling, dinamika pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua masa air yang berbeda,  baik itu Salinitas, suhu, atau klorofil-a, Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan factor lingkungan disekelilingnya. Dari hasil  analisa ini akan diperoleh indicator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Contohnya ikan albacore tuna di laut utara pasifik cenderung terkonsentrasi  pada kisaran suhu 18,5 – 21,5 ºC, dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a 0,3 mg/m³ (polovia et al., 2001; Zainudin et al., 2004 dalam Zainudin, 2006), sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (little/baby Tuna) lebih nyaman hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 ºC (Leavestu dan Hela, 1970 dalam Kusuma, 2004).
      Keadaan-keadaan lingkungan yang merupakan syarat kenyamanan hidup bagi ikan-ikan tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan SIG. Data-data lingkungan tersebut dapat diperoleh dari data penginderaan jauh seperti SST/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bisa di download pada situshttp://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/browse.pl. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penangkapan, batas pantai, pasang surut bisa diperoleh dari survey lapangan dan peta dasar wilayah.
      Selanjutnya output yang didapatkan dari indicator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indicator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada suatu parameter lingkungan saja, tetapi berbagai parameter yang saling berkaitan, dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberikan gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan.
      Di bawah ini disajikan salah satu contoh aplikasi penggunaan SIG dan inderaja pada penangkapan ikan tuna di laut utara Pasific (Gambar 1). Disini terlihat bahwa dua database (satelit dan perikanan tuna) dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analysis daerah penagkapan ikan tuna. Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang diinegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetic (EKE) (AVISO). Parameter pertama (SST) dipakai karena berhubungan dengan kesesuaian kondisi fisiologi ikan dan thermoregulasi untuk ikan tuna, sedangkan parameter yang kedua karena dapat menjelaskan tingkat produktifitas perairan yang berhubungan dengan kelimpahan makanan ikan, sementara parameter yang ketiga berhubungan dengan kondisi sirkulasi air daerah yang subur seperti eddy dan upwelling; dan parameter terakhir berhubungan dengan indeks untuk melihat daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin mempengaruhi distribusi ikan. Data penangkapan ikan tuna (lingkaran putih pada peta yang ditunjukkan dengan tanda panah) diplot pada peta lingkungan yang dibangkitkan dari citra satelit. Sedangkan panel atau layer yang paling atas menunjukkan peta prediksi hasil tangkapan.
      Gambar 1 memberikan informasi bahwa ikan tuna tertangkap dalam jumlah yang besar (terkonsentrasi) pada posisi sekitar 35 º LU dan 160º BT bersesuaian dengan kondisi SST sekitar 20 ºC dan berasosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m³. Konsentrasi ikan tersebut berbeda pada posisi positif anomaly permukaan laut (warna merah) yang bertepatan dengan kondisi EKE yang relative lebih tinggi. Dari gambar itu terlihat bahwa prediksi hasil tangkapan dengan peluang yang tinggi (dikenal dengan istilah habitat hotspot) juga mengkonfirmasi daerah produktif tersebut. Setiap spesies ikan mempunyai kakarteristik oseanografi kesukaannya sendiri dan cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari. Hal ini dapat diketahui dengan pendekatan SIG dan inderaja multi layer tersebut. 
               Gambar 1.   Aplikasi SIG dan inderaja dalam kegiatan penagkapan ikan tuna pada bulan November 2000 (resolusi semua layer citra = 9 km) (Zaenudin, 2006)
 http://www.perikanan-diy.info/home.php?mode=content&submode=detail&id=223

Selasa, 17 September 2013



ACARA 2

MORFOLOGI IKAN







Kelompok1
Shift 3
Indra Supriyatno                 (H1K012001)
Novia Putri Resty W           (H1K012004)
Jusac Rabin                          (H1K012022)
Fithriastuti Nagari             (H1K012046)
Hardian Imansyah               (H1K012047)


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013


I.        MateridanMetode

1.1.       Materi Praktikum
     1.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum morfologi ikan yaitu, baki parafin, pensil dan buku gambar.
1.1.2        Bahan
Bahan yang digunakan yaitu, ikan nila, ikan kurisi, ikan lele, ikan tuna, ikan bawal tawar, ikan bawal laut, ikan nilem, ikan cendro dan ikan kembung.
1.2.       Metode Praktikum
Ikan yang telah mati (yang telah diawetkan) diletakan pada baki bedah dengan posisi kepala disebelah kiri dan punggung diatas. Sirip-sirip ikan direnggangkan dengan menggunakan jarum penusuk. Ikan yang telah disiapkan tadi digambar, agar gambar mirip dengan keadaan aslinya dibuat sketsa terlebih dahulu. Dalam membuat sketsa bagian tubuh ikan diukur terlebih dahulu, kemudian ukuran dapat disesuaikan dengan yang di inginkan. Setelah sketsa terbentuk periksa kembali bagian tubuh ikan, misalnya letak sirip, mata dan lainnya. Ikan digambar dengan garis yang tegas bukan arsiran. Lalu beri keterangan di bawah gambar tentang bentuk tubuh, bentuk mulut, letak sungut, posisi sirip perut terhadap sirip dada, bentuk-bentuk sirip ekor, dan ciri-ciri khusus pada ikan (apabila ada).


2.2     Pembahasan
          Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan. Morfologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan bentuk organisme hidup. Bentuk tubuh, letak mulut dan ukurannya, bentuk ekor, dan warna tubuh dapat memberi indikasi kehidupan binatang tersebut (Dadang, 2012).
1)             Deskripsi Ikan Lele
Ikan lele (Clarias sp) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar.Ikan ini memiliki bentuk tubuh taeniform, posisi mulut subterminal, bentuk sirip ekor rounded, ciri khusus pada ikan lele yaitu sungut, posisi sirip perut terhadap sirip dada abdominal.
Ikan lele termasuk ikan jenis catfish atau kata lain ikan yang memiliki kumis. Ciri dari ikan lele yaitu bentuk tubuh memanjang dan agak bulat, pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing/tajam (patil), warna tubuh belang dengan kepala pipih dan terdapat kumis serta licin karena tidak memiliki sisik.Kemudian ikan ini memiliki alat pernafasan tambahan berupa dari modifikasi dari busur insangnya yaitu arborescent (Jefry, 2009).
Habitat ikan lele adalah sungai dengan arus air yang tenang seperti danau, rawa, telaga dan waduk. Ikan lele memiliki sifat nokturnal, yaitu aktif dan bergerak mencari makanan pada malam hari sedangkan pada siang hari hanya berdiam diri dan berlindung di tempat gelap(Afiesh, 2013).


2)             Deskripsi Ikan Bawal Air Laut
Ikan Bawal laut memiliki bentuk tubuh compressed, posisi mulut teminal, bentuk sirip ekor forked. Ikan bawal laut berbentuk seperti rombus dan sedikit cembung. Bawal laut dewasa kelihatan lebih lebar dan cembung.Mata terletak di bagian kepala yang kelihatan seakan bersambung terus dengan badan.Meskipun badan bawal cermin kelihatan lebar tetapi mulut dan matanya agak kecil dan berhimpun di sudut ujung bagian kepala.Rahang atas dan bawah juga tidak boleh membuka dengan luas.Bawal laut disebut juga bawal cermin karena dari pantulan cahaya dari badannya yang berkilat dan berwarna perak.
Garisan deria di badannya bermula dari insang hingga mencecah zona ekor.Manakala sirip pektoral lebih panjang berbanding sirip dorsal dan ekor melengkung bentuk V atau lengkungan bumerang.Warna Badan bawal laut diliputi sisik halus berwarna putih beralur perak dan bahagian sirip memancarkan warna kelabu.Setengah bahagian badannya diliputi bintik hitam halus(Adzriair, 2012).
3)             Deskripsi Ikan Bawal Air Tawar
Ikan bawal tawar memiliki bentuk tubuh compressed, posisi mulut terminal, bentuk sirip ekor forked, ikan bawal tawar memiliki ciri khusus yaitu abdominal scute, posisi perut terhadap sirip dada abdominal. Ikan bawal air tawar dari arah samping tubuh membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1. Ikan bawal air tawar  memiliki bentuk tubuh pipih dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh   4:1.


 Badan agak bulat, bentuk tubuh pipih, sisik kecil, kepala hampir bulat, lubang hidung agak besar, sirip dada di bawah tutup insang, sirip perut dan sirip dubur terpisah, punggung berwarna abu-abu tua, perut putih abu-abu dan merah. Warna tubuh ikan bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih (Nurrahman, 2011).
4)             Deskripsi Ikan Nilem
Ikan nilem memiliki bentuk tubuh compressed posisi mulut terminal, bentuk sirip ekor emarginate, ikan nilem memiliki ciri khusus yaitu bersungut, posisi sirip perut terhadap sirip dada subabdominal. Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang hidup di sungai – sungai dan rawa – rawa. Ciri – ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas (Yandi,2008).
Ciri – cirinya yaitu pada sudut – sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut – sungut peraba.Sirip punggung disokong oleh tiga jari – jari keras dan 12 – 18 jari – jari lunak.Sirip ekor berjagak dua, bentuknya simetris.Sirip dubur disokong oleh 3 jari – jari keras dan 5 jari – jari lunak.Sirip perut disokong oleh 1 jari – jari keras dan 13 – 15 jari – jari lunak. Jumlah sisik – sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memenjang dan piph, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintik hitam besar pada ekornya merupakan ciri utama ikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition (Cimink , 2010).




5)             Deskripsi Ikan Tuna
Ikan tuna bentuk tubuhnya fusiform, posisi mulut terminal, bentuk sirip ekor emarginate, ikan tuna memiliki ciri khusus yaitu scute, posisi sirip perut terhadap sirip dada thoracic. Ikan tuna yang dijadikan sebagai bahan praktek adalah tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dan tuna mata besar (Thunnus obesus).
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu.mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur.Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural.Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar jenis Thunnus memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap(Cahyono, 2008).
6)             Deskripsi Ikan Kembung
Ikan kembung memiliki bentuk tubuh compressed posisi mulut terminal, bentuk sirip ikan forked, ikan kembung memiliki ciri khusus finlet, posisi sirip perut terhadap sirip dada thoracic. Ikan ini memiliki bentuk tubuh seperti torpedo dengan panjang tubuh serta hidup di sekitar dasar perairan dan permukaan perairan laut, tergolong ikan pelagis yang ada di perairan bersalinitas tinggi, suka hidup secara bergerombol baik diperairan pantai maupun dilepas pantai.



Kebiasaan makanannya adalah memakan plankton besar atau kasar, copepoda dan crustacea.Ciri lain dari morfologi ikan kembung ini adalah memiliki sirip ekor bercagak dua dan lekukkan dari cagak tersebut dimulai dekat pangkalnya.Pangkal sirip ekor bentuknya bulat kecil.Jari-jari lunak dari sirip ekor bercabang pada pangkalnya.Di belakang sirip punggung dan dubur,terdapat sirip-sirp tambahan yang kecil(Dwi, 2009).
7)             Deskripsi Ikan Kurisi
Ikan kurisi memiliki bentuk tubuh compressed posisi mulut terminal, bentuk sirip ikan emarginate, posisi sirip perut terhadap sirip dada thoracic. Ikan kurisi berbadan langsing agak gepeng.Kepala tanpa duri dan bagian depannya tidak bersisik.Sirip punggung berjari-jari keras 10 dan 9 lemah.Jari-jari keras pertama dan kedua tumbuh memenjang seperti serabut, demikian juga jari-jari teratas lembaran sirip ekornya.Sirip dubur berjari-jari keras 3 dan 7 jari-jari lemah.Warna kepala dan gigir punggung kemerahan.Satu totol kuning terdapat pada awal garis rusuk.Cambuk pada sirip punggung maupun ekornya berwarna kuning.Sirip punggung abu-abu keunguan dengan warna kuning ditengah-tengahnya demikian juga sirip dubur.Sirip ekor sedikit kegelapan.Sirip perut dan dada putih sedikit kecoklatan.Ukuran ikan kurisi dapat mencapai panjang 25 cm, umumnya 12-18 cm(Rasyid, 2012).
8)             Deskripsi Ikan Cendro
Ikan cendro memiliki bentuk tubuh taeniform, bentuk mulut beak like, bentuk sirip ikan forked, ikan kembung memiliki ciri khusus adipose fin, posisi sirip perut terhadap sirip dada subabdominal. Pada kedua rahangnyaterdapat gigi-gigi taring,lancip-lancip,mengarah ke belakang. Termasuk ikanbuas,predator,makanannya ikan kecil,hidup di lapisan permukaan menyendiri,solitaire.Dapat mencapai panjang 100 cm.Warna biru kehijauan bagian atas,putih bagian bawah,dengan garis putih perak ditengah-tengahnya.Bagian atas sirip punggung gelap dengan sedikit kekuningan pada bagian bawahnya demikian pula ujung sirip ekor dan sirip dada.Pada ikan yang baru saja mati terdapat bintik-bintik hitam pada bagian tengah badan membujur ke belakang sampai badan ekor(Prayoga, 2012).
9)             Deskripsi Ikan Nila
Ikan nila memiliki bentuk tubuh compressed posisi mulut terminal, bentuk sirip ikan truncle, posisi sirip perut terhadap sirip dada thoracic. Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis yang vertical dan pada sirip punggungnya garis terlihat condong lekuknya.Ciri ikan nila adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip, ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal/ ekor yang berbentuk membulat warna merah dan biasa digunakan  sebagai indikasi kematangan gonad.Pada rahang terdapat bercak kehitaman.Sisik ikan nila adalah tipe scenoid.Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari darsal yang keras, begitupun bagian awalnya.Dengan posisi siap awal dibagian belakang sirip dada (abdormal)(Suyanto 2003).








III.   KESIMPULAN
            Pada praktikum kali ini mahasiswa dapt mengambil keimpulan bahwa:
Dapat diketahui morfologi dari ikan diantaranya bentuk tubuh, bentuk mulut, posisi mulut, bentuk sirip ekor, ciri-ciri khusus pada ikan, dan posisi sirip perut pada sirip dada. Pada praktikum ini bahan yang dipakai ialah ikan nilem, ikan kembung, ikan lele, ikan bawal tawar, ikan bawal laut, ikan kurisi, ikan cendro, ikan nila dan ikan tuna. Sehingga setelah melakukan praktikum mahasiswa dapat mengenal morfologi dari masing-masing tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Alfiesh, 2013.Ikan lele Clarias sp. http://afiesh.blogspot.com.(Diakses 13 Mei 2013).
Adzriair, 2012.Budidaya ikan bawal putih.http://adzriair.blogspot.com. (Diakses 13 Mei 2013).
Nurrahman, 2011.Deskripsi ikan bawal air tawar.http://nurrahman08.student.ipb.ac.id. (Diakses 13 Mei 2013).
Rasyid, 2012.Laporan Praktikum iktiologi Ikan kurisi.http://rasyidzhoumena.blogspot.com, http://www.pipp.kkp.go.id/species,http://repository.ipb.ac.id(Diakses 13 Mei 2013).
Yandi, 2008. Ikan Nilem Osteochilus Hasseltii.